Bahagia itu bukan mensyukuri apa yang ada, tetapi kembali kepada fitrahNya.
Manusia dilahirkan dengan membawa kebaikan (innate goodness), karena Allah menginginkan kebaikan dan kebahagiaan pd hambaNya sejak ia lahir sampai kelak kembali kepadaNya.
Kebaikan bawaan itu disebut dengan fitrah. Allah meminta kita untuk tetap pada fitrahNya yang Allah telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Sesungguhnya tiada perubahan atas fitrah Allah ini, jika manusia dapat merawatnya maka ia akan tumbuh berkembang dan bekerja sesuai tahapannya. Jika ia dipandu Kitabullah maka fitrah itu menjadi sempurna, indah dan berbahagia.
Maka, jika sepanjang hidup manusia, ia senantiasa kembali kepada fitrahnya maka menjadi bahagialah hidupnya. Menerima yang ada bisa menjebak kita kepada kufur apabila itu menjauhi fitrah. Misalnya menjalani kehidupan pernikahan dengan pertengkaran setiap hari, galau mendidik anak dll maka jika kita terima begitu saja akan membuat kita kufur. Atau sebaliknya, jika pernikahan kita baik baik saja, materi tercukupi bahkan berlebih, anak anak nampak baik baik saja, karir juga lumayan bayarannya dll namun jika itu melalaikan kita dari kesadaran fitrah kita, juga akan sekedar kebahagiaan semu bahkan bisa menjadi bencana kelak.
ustadz Harry Santosa
*foto: Ini mainan favorit jaman masih kecil bisa puas berimajinasi ❤️
0 Comments