ADA BELAJAR PADA KENAKALAN ANAK

ADA BELAJAR PADA KENAKALAN ANAK

Oleh : Abdul Kholiq

Setiap anak adalah hebat, karena mereka terlahir dalam keadaan fitrah (1), yaitu condong kepada Islam, condong kepada tauhid, condong kepada kebenaran, condong kepada kebaikan (2).

Anak tidak memiliki dosa, karena pena catatan amal mereka diangkat hingga mereka baligh (3).

Jika Allah tidak menganggap “kenakalan” mereka sebagai perbuatan dosa, mengapa kita justru menganggapnya sebagai sebuah kenakalan ?
Tugas orangtua hanyalah membersamai dan menjaga tumbuh kembangnya fitrah anak, agar fitrah anak tidak tersimpangkan, agar fitrah anak tumbuh indah bermekaran.

Kadangkala perilaku anak tampak menyenangkan, kadangkala juga tampak menjengkelkan. Sebenarnya nakal ataupun tertibnya anak adalah belajar bagi mereka. Kadang anak belajar dengan ketertibannya, namun kadang juga anak belajar dengan kenakalannya, kadang juga belajar dari kesalahannya.

Bertengkar adalah belajar, membully adalah belajar dan dibully juga belajar, membantah adalah belajar dan dibantahpun juga belajar, berbuat salahpun juga belajar.

Pandanglah anak sebagai seorang anak, bukan sebagai seseorang yang sudah dewasa. Janganlah paksakan anak belajar seperti layaknya orang dewasa. Biarlah anak belajar dengan cara belajarnya seorang anak. Apapun cara belajar mereka, bahagiakanlah mereka, jagalah agar fitrahnya tidak terluka, jagalah agar tidak terluka psikisnya, jagalah agar tidak terluka hatinya. Jika terlanjur terluka, maka segera sembuhkan lukanya, dengan kelembutan kasih sayang, perhatian, pelukan, ciuman, perlindungan dan jaminan.

Anak memiliki karakter perkembangan dalam pembelajaran mereka. Kapan egosentrisnya dituntaskan, kapan adabnya mulai dilatih, kapan boleh dihukum, semua ada masa emasnya.

Jadilah berpikir positif kepeda mereka, karena mereka semua adalah hebat, tapi hebat mereka berbeda-beda dan unik. Maka gali dan temukan kehebatan unik mereka, gali dan temukan potensi mereka.

Anak yang suka membantah, suka membully teman, tidak mau diatur, banyak alasan, bisa jadi itu adalah potensi untuk menjadi seorang pemimpin, manajer, mudir, kepala sekolah, dll
Anak yang suka corat-coret tembok bisa jadi itu potensi seorang designer, arsitek, atau lainnya
Anak yang cengeng, mudah tersinggung dan menangis, bisa jadi itu potensi untuk menjadi konselor, psikolog, perawat, yang memerlukan empati atau kepekaan hati yang tinggi.
Anak yang suka merusak mainan, suka bongkar-bongkar barang, bisa jadi itu potensi untuk menjadi seorang teknisi, ahli kerajinan, produsen, dll
Anak yang malu bergaul atau kuper, suka menyendiri di kamar, bisa jadi itu potensi untuk menjadi ilmuwan, peneliti, administrator, yang betah duduk lama di dalam ruangan yang bekerja dengan benda-benda mati seperti komputer, alat laboratorium, file-file, dll
Anak yang penakut, terlalu khawatir barang-barangnya hilang, serba pertimbangan yang berlebihan, bisa jadi itu potensi untuk menjadi seorang perancang sistem keamanan.

Janganlah hanya terkonsentrasi pada kekurangan dan kesalahan meraka, tetapi fokuslah pada potensi kehebatan mereka. Masalah akan selesai bukan karena berkutat pada kelemahan, tapi masalah akan selesai jika potensi kehebatan tertumbuhkan.

Gelap akan hilang bukan dengan berkutat pada gelap itu sendiri, tetapi gelap akan sirna ketika cahaya mulai terpancar.

#pendidikanusiaanak

(1) Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi" (HR. Muslim)

(2) Dijelaskan dalam sebuah hadits qudsi:

إِنِّيْ خَلَقْتُ عِبَادِيْ حُنَفَاءً ، فَاجْتَالَتْهُمُ الشَيَاطِيْنُ عَنْ دِيْنِهِمْ
“Sesungguhnya Aku (Allah) menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan hanif (condong kepada tauhid), kemudian syetan-syetan menyesatkan mereka dari agamanya”.
(dikutib dari tafsir Ibnu Katsir)

(3) Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ: عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
”Diangkat pena (tidak dikenakan kewajiban) pada tiga orang, yaitu : orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga baligh, dan orang gila hingga berakal”. (Sunan Abu Dawud, no. 4403 dan Sunan At-Tirmidzi, no. 1423).

Post a Comment

0 Comments