"Jika ada sesuatu yg membuat mu galau, itu pertanda Agar kt kembali kepada jalan yg fitrah"
Beberapa malam kemarin grup wa Rabu receh rame banget bahas tentang peran suami istri dalam mencari nafkah
(Status ust aad)
Jadi, kalo ada yang bilang istri bekerja itu untuk membantu nafkah keluarga, sebenarnya keliru.
Pertama : seluruh nafkah keluarga (istri, anak lelaki sampai baligh, anak perempuan sampai menikah, termasuk untuk orangtua, kerabat, fakir-miskin dsb) telah Allah titipkan ke pundak dan rekening suami. Makanya, suami jangan malas dan manja yaaa...
*
Kedua, ketika istri ikut mencari nafkah, dia tak menciptakan mata air sumber rejeki baru. Tapi sekadar memindahkan sebagian tanggung jawab nafkah suami ke pundaknya. Allah sekadar menciptakan rekening rejeki (account) yang baru, bukan rejeki yang baru.
Yang dikhawatirkan : ia ambil tanggung jawab suaminya, lalu ia lalaikan tanggung jawabnya sendiri. Karena segalanya telah Allah sesuaikan kadarnya..
Ingat : saat ijab-qabul terjadi dan sah, maka sejak saat itu rejeki sang istri telah Allah pindahkan dari account ayah/walinya kepada account suaminya...
Dan ingat pula : apapun yang dihasilkan istri, itu hak pribadinya. Bukan hak keluarganya
*Ketika suami mencari nafkah maka sesuai Al Quran yakni akan dicukupkan rezekinya utk 1 keluarga, jika istri bekerja maka rezeki utk istri nya saja karena pencari nafkah melekat pd suami.. Jadi beda antara kerja dan nafkah.. Rezeki yg didapat juga akan berbeda
*
*
Lanjut an status ust.aad
Lalu banyak istri bertanya padaku : "Bagaimana jika suami sendiri yang meminta kami bekerja, sebagai antisipasi jika kelak dia meninggal, sakit berat, sementara anak masih kecil-kecil ?"
Duhai para suami, berikhtiarlah di dunia bagaikan engkau tak akan pernah mati... Namun, jika engkau kelak mati atau sakit mendadak, jangan pernah ajari seorang ibu bagaimana menyelamatkan dan membesarkan anak-anak anda... Mereka jauh lebih hebat daripada kita, kaum lelaki...
Ingat kisah Ibunda Hajar yang ditinggal suaminya di padang gersang, bersama bayi Ismail yang masih merah ? Yakinlah : setiap ibu persis sehebat itu... Ya ketika saatnya tiba, ketika naluri dan fitrah seorang bunda ditantang untuk bertahan... Ibrahim, Sang Bapak Tauhid, sungguh yakini itu...
Lagipula, rejeki setiap mahkluk yang tidak mukallaf secara ekonomi telah Allah titipkan kepada wali dan ahli warisnya. Dia bisa suami... ayahnya... saudara laki-laki yang mukallaf... anak laki-laki mukallaf... pamannya... bahkan negara...
Maka, jangan pernah ciptakan alasan di balik kepengecutan... jangan bangun retorika di atas kaki yang gemetar menghadapi dunia... Namun, jika segala yang ideal itu tak tersedia, toh Islam selalu punya pintu darurat... Jadilah laki-laki, karena laki-laki itu hebat...
*
*
Dan untuk para istri, mari meLAKI-LAKIkan suami
selamanya seorang suami itu adalah laki-laki. Sebagai laki-laki, terkadang dia begitu Perkasa, seringkali dia begitu tegar seringkali kita dapat berlindung dan bersandar di bahunya.
Tapi dalam kesempatan lain dia bisa begitu manja, begitu cengeng, dan begitu malas. Tapi itu pula yang menyebabkan kenapa seorang laki-laki menjadi begitu taktis, begitu strategis, bekerja secara kreatif dan efisien
Oleh karena itu, jugamenjadi tugas bagi seorang istri untuk mendorong dan mensupportnya menjadi laki-laki dan suami sejati
Sama seperti mendidik anak agar dia menjadi manusia aqil-baligh pada waktunya dengan modal tega, maka begitu pulalah cara kita mendidik suami agar dia menjadi laki-laki hebat : yaitu dengan cara tega
Diantara tega yang harus dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya adalah dengan membiarkannya memikul tanggung jawab-tanggung jawab syariahnya terhadap keluarga, sehingga dia berkembang menjadi manusia yang kuat, kokoh, tangguh dan bertanggung jawab
*
Pencari nafkah melekat pada tugas suami, jiika istri bekerja maka niatnya bukan mencari nafkah tapi menjalankan peran kebermanfaatan dan menyalurkan bakat,
*
*
Itulah jalan fitrah, hidup akan terasa tenang karena susuai porsinya, susuai dengan apa yg Allah sampaikan dalam Al-Qur'an
Mengenal fitrah tidak hanya pada peran suami istri saja, tapi pada peran Sbg orang tua
Suami/ayah sebagai raja tega
Dan istri/ibu sebagai sang pembasuh luka
Beberapa malam kemarin grup wa Rabu receh rame banget bahas tentang peran suami istri dalam mencari nafkah
(Status ust aad)
Jadi, kalo ada yang bilang istri bekerja itu untuk membantu nafkah keluarga, sebenarnya keliru.
Pertama : seluruh nafkah keluarga (istri, anak lelaki sampai baligh, anak perempuan sampai menikah, termasuk untuk orangtua, kerabat, fakir-miskin dsb) telah Allah titipkan ke pundak dan rekening suami. Makanya, suami jangan malas dan manja yaaa...
*
Kedua, ketika istri ikut mencari nafkah, dia tak menciptakan mata air sumber rejeki baru. Tapi sekadar memindahkan sebagian tanggung jawab nafkah suami ke pundaknya. Allah sekadar menciptakan rekening rejeki (account) yang baru, bukan rejeki yang baru.
Yang dikhawatirkan : ia ambil tanggung jawab suaminya, lalu ia lalaikan tanggung jawabnya sendiri. Karena segalanya telah Allah sesuaikan kadarnya..
Ingat : saat ijab-qabul terjadi dan sah, maka sejak saat itu rejeki sang istri telah Allah pindahkan dari account ayah/walinya kepada account suaminya...
Dan ingat pula : apapun yang dihasilkan istri, itu hak pribadinya. Bukan hak keluarganya
*Ketika suami mencari nafkah maka sesuai Al Quran yakni akan dicukupkan rezekinya utk 1 keluarga, jika istri bekerja maka rezeki utk istri nya saja karena pencari nafkah melekat pd suami.. Jadi beda antara kerja dan nafkah.. Rezeki yg didapat juga akan berbeda
*
*
Lanjut an status ust.aad
Lalu banyak istri bertanya padaku : "Bagaimana jika suami sendiri yang meminta kami bekerja, sebagai antisipasi jika kelak dia meninggal, sakit berat, sementara anak masih kecil-kecil ?"
Duhai para suami, berikhtiarlah di dunia bagaikan engkau tak akan pernah mati... Namun, jika engkau kelak mati atau sakit mendadak, jangan pernah ajari seorang ibu bagaimana menyelamatkan dan membesarkan anak-anak anda... Mereka jauh lebih hebat daripada kita, kaum lelaki...
Ingat kisah Ibunda Hajar yang ditinggal suaminya di padang gersang, bersama bayi Ismail yang masih merah ? Yakinlah : setiap ibu persis sehebat itu... Ya ketika saatnya tiba, ketika naluri dan fitrah seorang bunda ditantang untuk bertahan... Ibrahim, Sang Bapak Tauhid, sungguh yakini itu...
Lagipula, rejeki setiap mahkluk yang tidak mukallaf secara ekonomi telah Allah titipkan kepada wali dan ahli warisnya. Dia bisa suami... ayahnya... saudara laki-laki yang mukallaf... anak laki-laki mukallaf... pamannya... bahkan negara...
Maka, jangan pernah ciptakan alasan di balik kepengecutan... jangan bangun retorika di atas kaki yang gemetar menghadapi dunia... Namun, jika segala yang ideal itu tak tersedia, toh Islam selalu punya pintu darurat... Jadilah laki-laki, karena laki-laki itu hebat...
*
*
Dan untuk para istri, mari meLAKI-LAKIkan suami
selamanya seorang suami itu adalah laki-laki. Sebagai laki-laki, terkadang dia begitu Perkasa, seringkali dia begitu tegar seringkali kita dapat berlindung dan bersandar di bahunya.
Tapi dalam kesempatan lain dia bisa begitu manja, begitu cengeng, dan begitu malas. Tapi itu pula yang menyebabkan kenapa seorang laki-laki menjadi begitu taktis, begitu strategis, bekerja secara kreatif dan efisien
Oleh karena itu, jugamenjadi tugas bagi seorang istri untuk mendorong dan mensupportnya menjadi laki-laki dan suami sejati
Sama seperti mendidik anak agar dia menjadi manusia aqil-baligh pada waktunya dengan modal tega, maka begitu pulalah cara kita mendidik suami agar dia menjadi laki-laki hebat : yaitu dengan cara tega
Diantara tega yang harus dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya adalah dengan membiarkannya memikul tanggung jawab-tanggung jawab syariahnya terhadap keluarga, sehingga dia berkembang menjadi manusia yang kuat, kokoh, tangguh dan bertanggung jawab
*
Pencari nafkah melekat pada tugas suami, jiika istri bekerja maka niatnya bukan mencari nafkah tapi menjalankan peran kebermanfaatan dan menyalurkan bakat,
*
*
Itulah jalan fitrah, hidup akan terasa tenang karena susuai porsinya, susuai dengan apa yg Allah sampaikan dalam Al-Qur'an
Mengenal fitrah tidak hanya pada peran suami istri saja, tapi pada peran Sbg orang tua
Suami/ayah sebagai raja tega
Dan istri/ibu sebagai sang pembasuh luka
0 Comments